Monday, September 12, 2011

September 11

Sinar matahari senja sudah mulai kalah terang dengan sinar bulan purnama yang sudah tampak tinggi di atas langit. Itulah pertanda alam yang menyiratkan kalau perutku sudah saatnya diisi. Lihat saja, begitu saraf2 mataku melaporkan kepada otak tentang keadaan itu, saat itu juga saraf2 di perut langsung mengirimkan sinyal ke otak yang kemudian diterjemahkan menjadi kata “lapar.. lapar...” Seketika itu juga keluarlah perintah otak untuk keluar dari tempat peraduanku dan mencari orang yang beberapa saat yang lalu mengatakan 2 kata yang saat itu nyaris tidak aku pedulikan “KFC yuk!”

Kurang dari 10 menit kemudian, aku sudah ada di dalam perjalanan untuk mengikuti perintah perutku yang masih senantiasa berteriak kelaparan itu. Aku menerobos jalan dengan cepat, tanpa mempedulikan 2 orang auntie2 yang sedang bagi selebaran dan lampu merah yang melarangku menyeberang karena saat itu masih giliran orang2 di dalam mobil untuk lewat. Menjelang tempat makan, suasana masih ramai, aku kembali menyelipkan diri di antara orang2 yang sedang ngantri buat naik taksi, namun akhirnya perjalananku terhalang seorang ibu dan anak kecilnya yang benar2 menghabiskan seluruh badan jalan yang ada. Well, bukan karena ukuran mereka, tapi karena memang di sana seang ada ‘pasar kaget’ menyambut mid-autumn festival di mana bagian tengah2 jalan tiba2 tertutup untuk para penjual kue bulan. Ahirnya gua hanya bisa berjalan dengan kecepatan kurang dari 30% kecepatan maksimumku tepat di belakang si ibu2 tadi. Akhirnya, dengan sedikit kesempatan, keberuntungan, dan kegalakan, kedua ‘penghalang jalanan’ itu berhasil aku lewati dan dengan segera aku berbelok kanan masuk ke tempat tujuan.

Kini aku sudah berada di dalam KFC. Aku hanya perlu menuju ke arah kasir dan makanan untuk mengisi perutku akan segera tersedia. Namun masalahnya, antrian di keempat kasir yang ada di sana sudah mengular belasan meter jauhnya. Dengan kurang sabar, aku pun mulai mengantri di sana (yah, mau bagaimana lagi kan?). Aku lihat orang2 di antrian sebelah depan, ada gerombolan anak2 kuliahan yang sedang mainan hp (hmm.. orang2 seperti ini biasanya cepat, pesen buat diri sendiri kayak gua), ibu2 dengan anak kecil (wah, mudah2an anak kecilnya ga rewel minta ini-itu), OB... (cepat, kecuali kalau menjelang kasir tiba2 5 orang temannya dateng nyeruduk nyerobot barisan gua), bapak2 sendirian (hmm, take away buat seluruh keluarga berhubung istrinya ngga masak hari ini). Tapi tetap saja, panjang.. estimated queuing time: 15 minutes!). Perutku harus bersabar 15 menit lagi, kalau semua berjalan dengan lancar.

Akhirnya, tibalah giliranku, seperti biasa aku memesan 2 potong ayam, 2 kentang, yang biasa dan yang sudah diblender, dengan coca cola, benar2 menu yang disarankan bagi orang2 yang sedang diet. Dengan hati berdebar aku menunggu pesananku datang. Segera, pesanan itu sudah siap untuk kubawa ke meja dan kusantap, memuaskan dahaga perutku. Tapi, tunggu.. satu.. dua.. tiga.. lho, kok ayamnya ada tiga potong? Apa ini punyaku? Aku tunggu sebentar, tidak ada yang mengambil, orang yang tadi di depanku sudah pergi, yang di belakang masih ngobrol sama kasirnya, berarti, ini punyaku. Lha, kok bisa? Tiba2 kasir itu melirik struk yang ada di nampanku, “Wah.. bakalan diganti nih” pikirku. Ternyata, dia hanya melihat. Tidak melakukan apa2. Segera dengan cepat tanpa ragu2 aku ambil nampan itu dan kubawa ke meja.

Aku pun sudah siap berpesta, 1 dada, 1 paha atas, 1 paha bawah, benar2 akan merusak diet yang sudah kujalani selama ini dengan setengah hati. Manusia di depanku berinisiatif menyembunyikan struk itu di bawah nampannya, 2 orang anak kecil yang duduk di sebelahku langsung memasang tampang tak percaya, walaupun sebenarnya tidak ada yang aneh dengan itu kan? Aku tatap lagi apa yang ada di atas meja, ayam oreng, 3 potong untuk dihabiskan, kentang, coca cola, wew.. Perutku dijamin puas dan nggak akan ribut2 lagi.

Aku mulai makan dengan lahap. Satu.. dua... ti.. Wah, ternyata tangan orang di sebelah lebih cepat, jadi potongan ayam yang ke-3 langsung disambarnya tanpa basa-basi. Antara senang dan dongkol, senang karena ada kemungkinan dietku tidak rusak2 amat, dan sepertinya aku sudah tidak akan mampu lagi makan potongan yang ke-3 dan dongkol karena ayam gratis yang kudapat dengan susah payah, entah karena kesalahan orangnya atau sebagai hadiah atas kesetiaanku mempromosikan KFC selama ini kepada orang2 di sekitarku, entahlah. Kenyataan yang ada adalah drumstick itu.. kini telah berpindah tangan ke sebelah. Oh iya, apa aku pernah bilang? Kedua orang anak kecil di sebelahku yang menatapku dengan tidak percaya itu tidak tahu peristiwa ini. Mereka sudah pergi duluan, saat melangkah keluar pun, tatapan mereka masih tak beralih, kepada seseorang yang sedang berhadapan dengan 3 potong ayam KFC.. Hei.. nothing wrong with that okay. You can’t sue me because of it!”

Akhirnya, aku hanya makan 2 potongan ayam besar, dan perutku kini tidak lagi mengirimkan sinyal “lapar,” dan sinyalnya kini berganti menjadi “sakit.. sakit..” Entah apa maunya perutku itu, tapi yang pasti, pagi2 buta keesokan harinya, perutku mengalami komplikasi yang memaksa otakku membangunkanku yang masih tertidur dengan enaknya dan gak bisa tidur lagi setelah itu sampai sinar matahari pagi muncul dan semakin tinggi yang menandakan aku harus segera kembali bersiap2 kembali ke kehidupan nyata. Yah, sudah hari senin. Saatnya kembali merasakan kelam dan kejamnya hidup di dunia ini.

Sekian.

PS: Pelaku dalam post ini bukan gua, gua hanya seorang reporter..

No comments:

Post a Comment