Tuesday, December 07, 2010

A "dementor" called idleness

Bangun pagi2 bersamaan dengan nongolnya matahari di langit dan mulainya film Spongebob Squarepants di Global TV dilanjutkan dengan minum secangkir Nescafe, plus pisang goreng atau roti marie. Setelah itu senam pagi sesuai pesan mbah Surip mandi dan nganterin anak sekolah. Di perjalanan pulang mampir ke warung nasi uduk depan kantor Pak Lurah, membeli paket hemat dengan 5000 rupiah bisa dapet nasi uduk, kerupuk, tempe goreng 2 plus sambel.. Tapao.. Pulang makan, nonon TV, ada acara2 gosip pagi, menjelang siang langusng main PS, menunggu waktu jemput anak2 pulang sekolah. Setelah jemput anak pulang sekolah lalu makan siang, terus melihat2 keadaan para pegawai yang terkadang balik kandang sebentar. Menjelang sore duduk2 bengong di beranda, kadang ngobrol dengan para tetangga atau main PS lagi. Sore hari mandi, lalu acara serah terima setoran dari para pegawai.. Bantu2 benerin aset kalau ada yang rusak. Malem main gaple atau kartu ditemani singkong atau pisang goreng plus teh manis. Begitulah setiap hari berlalu seperti kata LeAnn Rimes How do I live a life like that? Life goes on...

Well, mungkin sebenernya bagian lagu yang gua coret yang bener. Cerita di atas adalah gambaran salah satu kerjaan yang pernah terlintas di benak gua beberapa waktu yang lalu, yaitu: Juragan Angkot. Inspirasi terpendam yang sudah tertanam sejak jaman kecil karena pengaruh sinetron berjudul “Angkot Haji Imron”. Gua sendiri ngga ingat ceritanya sama sekali, cuma lagunya aja. Namun kerjaan ini tampak seperti pekerjaan yang enak plus tidak perlu banyak mikir seperti pekerjaan yang gua telah salah pilih sekarang. Hidup santai, uang datang, mungkin concernnya cuma ngurus ijin yang ribet, harus nyogok sana-sini plus berurusan dengan preman seperti preman pasar Klewer yang tinggal di blok sebelah

Tapi mungkin memang orang2 yang memilih profesi jadi juragan angkot itu, memang sudah terlahir dan ditakdirkan menjadi juragan angkot dan sayangnya gua kemungkinan besar tidak terlahir untuk itu atau memang kepribadiannya sudah dirusak oleh sesuatu yang bernama ‘PhD’. Alasannya? Pekerjaan juragan angkot itu memerlukan kemampuan dan kreativitas pengisian waktu luang tingkat tinggi. Kalau hampir setiap hari bernama Minggu dan pekerjaan utama yang dilakukan tiap hari adalah menunggu datangnya setoran, bayangkan banyaknya waktu luang yang ada well, mungkin sebagian bisa diisi dengan ngasih tuition untuk tambah2 penghasilan. Saat gua mengalami keadaan “setiap hari adalah hari Minggu” memang ini tampak merupakan pekerjaan yang enak. (Mungkin quotenya perlu ditambah “Setiap hari adalah hari Minggu DI SINGAPUR”)

Hari2 gua sekarang memang masih dimulai pagi, saat film Spongebob Squarepants masih diputar di Global TV dan setelah sarapan, itulah hal kedua yang gua lakukan (nonton Global TV). Setelah itu biasanya gua mencari acara2 “mendidik” di TV, seperti di Discovery atau History Channel. Jam 10 nonton Global TV lagi, jam setengah 11 mulai berpikir acara makan siang, Masak Indomiekah, atau goreng nasikah? Berhuubng stok film masih ada, habis makan nonton film, tidur siang, nonton lagi dan hari pun mulai menjadi gelap. Saatnya mandi dan memikirkan rencana makan malam. Setelah makan malam? Nonton film lagi sampai waktunya tidur dan begitu seterusnya.

Meskipun gua nggak merindukan baca paper, karena kegiatan itu bisa dianggap sama dengan tidur siang, dan kerjaan gua selama ini sebagian besar ya duduk2 terus sambil ngeliatin acara gak jelas di layar komputer, yang mungkin bisa dianggap sama dengan nonton film, tapi ada satu perbedaan yang mungkin cukup besar, yaitu gua nggak pernah lagi memakai otak, sampai2 gua sempat mengira “Krusty Krab” = kepiting karatan. Namun memang, waktu gua nggak ada kerjaan sama sekali, saat setiap jam melihat ke jam dinding minimal 3 kali, dan terkadang bisa berjalan-jalan keliling rumah tanpa tentu arah dan berlokasi di Singapur , tampaknya tinggal beberapa langkah lagi yang kurang sebelum gua mencapai tahap “gila”. Sementara gua memang masih tertolong dengan tumpukan film yang sempat gua download. Mudah2an film ini gak habis gua santap dan yang terpenting lagi..semoga EP gua cepet keluar (Amin!), gua memang gak rindu baca paper, tapi cukup harus diakui, memeras otak untuk membuat program atau menurunkan persamaan2 GJ tampaknya tidak semanjur kehidupan juragan angkot sebagai ‘dementor’ buat gua.

Sekian.

No comments:

Post a Comment